Perkembangan Belajar Masa Anak

18.42




BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Jauh sebelum dilakukan usaha untuk membahas anak-anak secara ilmiah, selama bertahun-tahun kenyataan yang diterima adalah bahwa pada awal perkembangan anak merupakan masa yang kritis bagi perkembangan. Petunjuk ilmiah pertama yang penting dari pentingnya tahun-tahun awal berasal dari penelitian Freud tentang kesulitan penyesuaian kepribadian. Kesulitan seperti itu dikatakan dapat dilacak sampai ke suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di masa kanak-kanak. Dikatakan bahwa, “Awal masa kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa bayi, usia dimana ketergantungan secara praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian dan berakhir di sekitar usia masuk sekolah dasar”. Dikatakan juga bahwa, “Perkembangan biologis pada masa-masa ini berjalan pesat, tetapi secara sosiologis ia masih sangat terikat oleh lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, fungsionalisasi lingkungan keluarga pada fase ini penting sekali untuk mempersiapkan anak terjun ke dalam lingkungan yang lebih luas terutama lingkungan sekolah”.
Dikatakan juga bahwa, “Masa ini disebut juga Masa Raja Kecil atau Masa Trotz Alter dengan sikap egosentris karena merasa dirinya berada di pusat lingkungan, yang ditampilkan anak dengan sikap senang menentang atau menolak sesuatu yang datang dari orang di sekitarnya. Perkembangan seperti itu antara lain disebabkan oleh kesadaran anak, bahwa dirinya mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, yang dapat berbeda dengan orang lain. Kesadaran itu merupakan awal dari usaha untuk mewujudkan diri (self realization) sebagai satu diri (individu), dengan menunjukkan bahwa dirinya tidak sama dengan orang lain”. Dikatakan juga bahwa, “Masa kanak-kanak sering disebut masa estetika, masa indera, dan masa menentang orang tua”.
Dalam perkembangannnya muncul berbagai bentuk karakteristik serta kepribadian anak, terdapat anak yang rajin dan patuh terhadap orang tuanya dan ada pula yang sebaliknya. Di dalam makalah ini terdapat pembahasan mengenai berbagai aspek perkembangan yang terjadi dalam masa anak-anak yang dimana aspek-aspek tersebut mempengaruhi terhadadap sikap dan karakteristik seorang anak.

RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat kami ambil rumusan masalah yaitu :
1.      Bagaimana perkembangan anak berdasarkan aspek fisik, psikomotor, moral, sosial, dan kepribadian ?
2.      Bagaimana karakteristik anak jika ditinjau dari aspek perkembangannnya ?
TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1.      Mengetahui tugas perkembangan dari masa anak
2.      Mengetahui ciri-ciri perkembangan masa anak
3.      Menghubungkan perkembangan anak dengan aspek belajar

BAB 2
ISI DAN PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar
Dengan perkembangan disini dimaksudkan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya (maturity) yang berlangsung secara sistematik (Lefrancois, 1975:197) progresif (Witherington, 1952:57) dan berkesinambungan (Hurlock, 1956:7), baik mengenai fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) nya.
Terdapat beberapa istilah yang bertalian dan sering diasosiasikan dengan konsep perkembangan (development) tersebut, antara lain pertumbuhan (growth), kematangan atau masa peka (maturation) dan belajar (learning) atau pendidikan (education) serta latihan (training).
Dengan istilah pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmaniah atau fisik (Lefrancois, 1975:180) dan atau menunjukkan kepada suatu fungsi tertentu yang baru (yang tadinya belum tampak) dari organisme atau individu, baik fisik maupun psikis (termasuk pola-pola perlaku dan sifat-sifat kepribadian), dalam arti yang luas (Witherington 1952:87-88, & Hurlock, 1956).
Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan (Witherington, 1952:88) sebagai titik tolak kesiapan (readiness) dari suatu fungsi (psikofisis) untuk menjalakan fungsinya (Hurlock,1956)
Belajar atau pendidikan dan latihan, menunjukkan kepada perubahan dalam pola-pola sambutan atau perilaku dan aspek-aspek kepribadian tertentu sebagai hasil usaha individu atau organisme yang bersangkutan dalam batas-batas waktu setelah tiba masa pekanya. Dengan demikian, dapat dibedakan bahwa perubahan-perubahan perilaku dan pribadi sebagai hasil belajar itu berlangsung secara intensional atau dengan sengaja diusahakan oleh individu yang bersangkutan, sedangkan perubahan dalam arti pertumbuhan dan kematangan berlangsung secara alamiah menurut jalannya pertambahan waktu atau usia yang ditempuh oleh yang bersangkutan.
Lefrancois (1975:180) berpendapat bahwa konsep perkembangan mempunyai makna yang luas, mencakup segi-segi kuantitatif serta aspek-aspek fisik-psikis seperti yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar atau pendidikan dan latihan.
B.     Manifestasi Perkembangan
Uraian dalam paragraf diatas mengimplikasikan bahwa menifestasi perkembangan individu dapat ditunjukkan dengan munculnya atau hilangnya, bertambah atau berkurangnya bagian-bagian, fungsi-fungsi, atau sifat-sifat psikofisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang sampai batas tertentu dapat diamati dan diukur dengan mempergunakan teknik dan instrumen yang sesuai (appropriate).
Perubahan-perubahan aspek fisik dapat diidentifikasi relatif lebih mudah manifestasinya, karena dapat dilakukan pengamatan dan pengukuran secara langsung, seperti perkembangan tinggi dan berat badan, tanggal dan tumbuhnya gigi, dan sebagainya.
Lain halnya dengan segi-segi psikis yang relatif sulit untuk identifikasinya, karena kita hanya dapat mengamati dan sampai batas tertentu mengukur manifestasi perkembangan tersebut secara tidak langsung dalam bentuk atau wujud perilaku, yang sebenarnya pula bergantung dan dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan aspek fisiknya. Beberapa diantara bentuk atau wujud perkembangan perilaku tersebut, antara lain :
1.    Perkembangan perseptual (pengamatan ruang, pengamatan wujud dan situasi);
2.    Perkembangan dan penguasaan dan kontrol motorik (koordinasi penginderaan dan gerak);
3.    Perkembangan penguasaan pola-pola keterampilan mental-fisik (cerdas tangkas dan cermat);
4.    Perkembangan pengetahuan bahasan dan berpikir.
C.     Perkembangan Fisik
Awal perkembangan pribadi seseorang pada asasnya bersifat biologis (Allport, 1957). Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya, normalitas dari konstitusi, struktur, dan kondisi jasmaniah seseorang akan mempengaruhi normalitas kepribadiannya, khususnya yang bertalian dengan masalah body-image, self-concept, self-esteem, dan rasa harga dirinya. Perkembangan fisik ini mencakup aspek-aspek anatomis dan fisiologis.
1.    Perkembangan Anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan secara keseluruhan:
a.    Tulang belulang pada masa bayi berjumlah 27 yang masih lentur, berpori dan persambungannya longgar; pada awal masa remaja menjadi 350 (proses diferensiasi fungsi) dan pada usia menjelang dewasa menjadi 200 integrasi, persenyawaan dan pergeseran (Crow & Crow 1956:36);
b.    Berat badan tinggi badan pada waktu lahir umunya sekitar 3-4 Kg dan 60 Cm, masa kanak-kanak sekitar 12 Kg dan 90-120 Cm;pada awal masa remaja sekitar 30-40 Kgcdan 140-160 Cm, selanjutnya kepesatan perubahan berkurang, bahkan menjadi mapan;
c.         Proporsi tinggi kepala dan badan pada masa bayi dan kanak-kanak sekitar 1: 4; menjelang dewasa menjadi 1: 8 atau 10.
Adanya abnormalitas dalam perkembangan fisik secara anatomis ini (misalnya cretinisme, giantisme) akan berpengaruh atas segi-segi kepribadiannya seperti tersebut di atas (body-image-self-concept-self-esteem, rasa harga diri).
2.    Perkembangan Fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif, dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernapasan, persyarafan, sekresi kelenjar dan pencernaan:
a.    Otot sebagai pengontrol motorik, proporsi bobotnya 1:5 pada masa bayi dan kanak-kanak, menjadi 1:3 pada masa remaja kemudian 2:5 pada usia menjelang dewasa;
b.    Frekuensi denyut jantung pada masa bayi sekitar 140 per menit dengan meningkatkan usia dapat berkurang sampai 62-63 meskipun normalnya pada orang dewasa sekitar 72;
c.    Persentase tingkat kesempurnaan perkembangan secara fungsional, dari cortex (bagian otak) sebagai pusat susunan saraf yang mempunyai fungsi pengontrol kegiatan oganisme: infraganular (pengontrol reflex) mencapai 80% ; granular (pengontrol penginderaan) mencapai 75%; supraganular (erat hubungannya dengan intelegensi) baru 50%;
d.   Keaktifan dan tingkat kematangan sekresi tubuh yang berupa: lymphatic (pembasmi bakteria, dll) aktif dan berkembang pesat sampai usia 12 tahun, kemudian berkurang (bahkan tidak aktif) dengan menigkatnya usia; kelenjar-kelenjar thiroid (berpengaruh atas metabolisme), pittutary (berpengaruh atas tulang belulang, otot, dan pencernaan) dan adrenal tau suprarenal (berpengaruh atas emosionalitas) telah berkembang sempurna dan berfungsi sejak masa bayi dan kanak-kanak; sedang gonads (kelenjar jenis) baru aktif dan siap berfungsi pada awal masa remaja.
Seandainya terjadi kelainan pada segi-segi fisiologis ini pun, akan berpengaruh atas karakteristik perilaku individu yang bersangkutan.
3.    Proses dan jalannya perkembangan fisik
Perkembangan fisik berlangsung mengikuti prinsip-prinsip cepalocaudal (mulai dari bagian kepala menuju ekor atau kaki) dan proximodistal (mulai dari bagian tengah ke tepi atau tangan). Laju perkembangan berjalan secara berirama; pada masa bayi dan kanak-kanak perubahan fisik sangat pesat, pada usia sekolah menjadi lambat, mulai masa remaja terjadi amat mencolok. Kemudian (pada permulaan masa remaja akhir bagi wanita dan penghujung masa remaja akhir bagi pria) laju perkembangan menrun sangat lambat.

D.    Perkembangan Psikomotorik
Loree (1970 : 75) menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus di kuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working).
Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku psikomotorik ialah (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dan yang sederhana kepada yang kompleks, dan (2) dan yang kasar dan global (gross bodily movements) kepada yang halus dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely coordinated movements).
a.       Berikut karakteristik perkembangan psikomotorik pada masa kanak – kanak :
Usia 3 tahun:Tidak dapat berhenti dan berputar secara tiba – tiba atau secara cepat,Dapat melompat 15-24 inchi,Dapat menaiki tangga tanpa bantuan, dengan berganti kaki,Dapat berjingkat
usia 4 tahun:Lebih efektif mengontrol gerakan berhenti, memulai, dan berputar,Dapat melompat 24- 33 inchi,Dapat menuruni tangga, dengan berganti kaki, dengan bantuan,Dapat melakukan jingkat 4 sampai 6 langkah dengan satu kaki
Usia 5 tahun: Dapat melakukan gerakan start, berputar, atau berhenti secara efektif,Dapat melompat 28-36 inchi,Dapat menuruni tangga tanpa bantuan, berganti kaki,Dapat melakukan jingkat dengan sangat mudah
b.      Karakteristik perkembangan psikomotorik pada masa anak besar
Pada masa anak perkembangan keterampilan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori:
·         Keterampilan menolong diri sendiri; Anak dapat makan, mandi, berpakaian sendiri dan lebih lebih mandiri.
·         Keterampilan menolong orang lain; Keterampilan berkaitan dengan orang lain, seperti membersihkan tempat tidur, membersihkan debu dan menyapu.
·         Keterampilan sekolah; mengembangkan berbagai keterampilan yang diperlukan untuk menulis, menggambar, melukis, menari, bernyanyi, dll.
·         Keterampilan bermain; anak belajar keterampilan seperti melempar dan menangkap bola, naik sepeda, dan berenang.
E.     Perkembangan Moral
Secara umum, perkembangan moral yang terjadi pada masa anak-anak akhir ditandai dengan beberapa hal, seperti;
·         Kemampuan anak untuk memahami anturan, etika, dan norma yang ada di masyarakat,
·         Prilaku moral banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, terlebih oleh orang tua dan keluarga,
·         Sosialisasi dengan teman sebaya merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan moralitas anak.
Namun, berbicara tentang perkembangan moral pada anak, tidak ada salahnya jika membuka kembali sebuah teori yang dipopulerkan oleh Kohlberg tentang perkembangan moral pada anak. Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi 3 bagian; prakonvensional, konvensional, dan poskonvensional. Meski tidak ada patokan umur yang secara pasti dalam pengelompokan ini, namun perkembangan moral pada masa anak-anak akhir bisa digolongkan ke dalam masa pra-konvensional sekaligus konvensional.
Pre Konvensional; Orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman. Dengan artian, anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Ia harus menurut atau, kalau tidak, akan memperoleh hukuman. Sementara pada tahap relativistik Hedonism, anak tidak lagi secara mutlak tergantung dari aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh orang lain. Relativisme ini bergantung pada kebutuhan dan kesenangan seseorang.
Konvensional; Yang “benar” adalah yang sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok tertentu mengenai perilaku yang “baik”. Pada tahap anak akan mengalami orientasi mengenai anak yang baik. Anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Masyarakat adalah sumber  yang menentukan, apakah perbuatan seseorang baik atau tidak. Selain itu, anak juga akan mempertahankan norma-norma social. Pada tahap ini perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakatnya, melainkan bertujuan agar ikut mempertahankan aturan-aturan atau norma-norma social.
Penjelasan ini mungkin akan membingungkan. Hal ini disebabkan karena di satu sisi memang tidak ada batasan atau ukuran umur yang pasti mengenai tahap yang dikembangkan oleh Kohlberg, dan di sisi lain ukuran mengenai batasan umur dari anak-anak masa akhir pun belum menjadi sesuatu yang pasti.
Namun, kalau boleh kami menyimpulkan, ketika perkembangan moral masa kanak-kanak akhir dikaitkan dengan teori perkembangan moralnya Kohlberg, maka tahap kedua dan ketiga dari enam tahap yang dijelaskannya lebih mendekati.
-Perkembangan Moral
Seorang anak yang dilahirkan belum memiliki tentang apa yang baik atau tidak baik. Pada masa ini tingkah laku anak (bayi) hampir semuanya didominasi oleh dorongan naluriah belaka (impulsive). Oleh karena itu, tingkah laku anak belum bisa dinilai sebagai tingkah laku bermoral atau tidak bermoral. Pada masa ini anak cenderung mengulangi perbuatan yang menyenangkan, dan tidak mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan.
Dengan melihat kecenderungan prilaku anak tersebut maka untuk menanamkan konsep-konsep moral pada anak, ada baiknya dilakukan beberapa hal seperti memberi pujian, ganjaran, atau dicim, dipeluk, dan diberi kata-kata pujian apabila ia melakukan sesuatu yang baik. Sehingga menjadi faktor penguat agar tindakan baiknya dapat dilakukan kembali. Dan sebaliknya, memberi ia hukuman atau memberikan sesuatu yang mendatangkan perasaan yang tidak senang agar ia tidak mengulangi perbuatan itu lagi.
Jika perlakuan pada anak dilakukan secara teratur maka akan tertanam pada diri anak tentang pengertian atau konsep moral. Anak akan mengerti bahwa suatu perbuatan yang mendapat pujian adalah baik dan perbuatan yang mendapat hukuman adalah dilarang.
F.      Perkembangan Sosial
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa :
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semamin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
Bentuk – Bentuk Tingkah laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1.      Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
2.      Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya. Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3.      Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4.      Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5.      Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6.      Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7.      Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8.      Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
9.      Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1.      Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2.      Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3.      Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4.       Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5.      Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.
Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1. Cita-cita dan idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain daalm penilaiannya.
              Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik

G.    Perkembangan Kepribadian
Meskipun telah banyak kita singgung mengenai hal ini dalam kaitannya dengan perkembangan kebutuhan (maslow) dan sikap nilai ( spranger ), penjelasan khusus dari segi pendekatan psychological perlu juga diketahui para pendidik. Salah satu seorang tokohnya ialah Erikson (gage dan berliner, 1975: 382 -388).
Menurut erikson, identitas pribadi seorang itu tumbuh dan terbentuk melalui perkembangan proses krisis psikososial yang berlangsung dari fase ke fase. Ia berasumsi bahwa setiap individu yang sedang tumbuh itu dipaksa harus menyadari dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya yang berkembang semakin luas.
Kalau individu yang bersangkutan mampu mengatasi krisis demi krisis ia akan muncul dengan satau kepribadian yang sehat dan ditandai oleh kemampuan menguasai lingkungannya, fungsi-fungsi psiko fisiknya terintegrasi , dan memahami dirinya secara optimal . sebaliknya kalau ia tidak mampu mengatasi krisis psiko sosial tersebut, maka ia larut ( deffuse ) ditelan arus kehidupan masyarakatnya yang terus berkembang ( ever changing society ) .
Masa kanak-kanak awal (early childhood ditandai adanya kecenderungan autonomy shame, doubt. Pada masa ini sampai-batas-batas tertentu anak sudahbisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak laindia ga telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orangtuanya. Terjaminnya tidaknya kesempatan untuk mengembangkan self control ( apa yang dapat ia kuasai dan lakukan )tanpa mengurangi self esteem ( harga dirinya )
Masa pra sekolah(Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.

Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority.Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.

BAB 3
PENUTUP

KESIMPULAN
Dalam perkembangan anak – anak muncul  berbagai bentuk karakteristik serta kepribadian anak, terdapat anak yang rajin dan patuh terhadap orang tuanya dan ada pula yang sebaliknya. Aspek perkembangan tersebut dapat dilihat dari perkembangan fisik meliputi perkembangan anatomis dan perkembangan fisiologis.  Perkembangan  psikomotorik meliputi basis ketrampilan pada anak seperti memegang dan berjalan. perkembangan kognitif  meliputi intelegensi, perkembangan perilaku sosial yakni proses belajar untyk menjadi makhluk sosial, moralitas, dan keagamaan, serta perkembangan perilaku afektif, konatif, dan kepribadian.



SARAN
Saran yang dapat kami berikan dalam makalah ini adalah
1.      Untuk dapat menerapkan aspek-aspek perkembangan asa anak ke dalam bimbingan konseling belajar.
2.      Memperlakukan anak anak sesuai tugas perkembangan mereka.





DAFTAR PUSTAKA

Syamsudin makmun Abin.2001.Psikologi kependidikan.Bandung: Rosda Karya
 Muhibin Syah.1995. Psikologi pendidikan. Bandung: Rosda Karya
Rifa’I Rc,ahmad Catharina Tri Anni.2012 . Psikologi pendidikan.Semarang.UNNES PRESS


You Might Also Like

0 komentar

SUBSCRIBE

Like us on Facebook