Perkembangan Belajar Masa Anak
18.42
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Jauh sebelum dilakukan
usaha untuk membahas anak-anak secara ilmiah, selama bertahun-tahun kenyataan
yang diterima adalah bahwa pada awal perkembangan anak merupakan masa yang
kritis bagi perkembangan. Petunjuk ilmiah pertama yang penting dari pentingnya
tahun-tahun awal berasal dari penelitian Freud tentang kesulitan penyesuaian
kepribadian. Kesulitan seperti itu dikatakan dapat dilacak sampai ke suatu
pengalaman yang tidak menyenangkan di masa kanak-kanak. Dikatakan bahwa, “Awal
masa kanak-kanak dimulai sebagai penutup masa bayi, usia dimana ketergantungan
secara praktis sudah dilewati, diganti dengan tumbuhnya kemandirian dan
berakhir di sekitar usia masuk sekolah dasar”. Dikatakan juga bahwa,
“Perkembangan biologis pada masa-masa ini berjalan pesat, tetapi secara
sosiologis ia masih sangat terikat oleh lingkungan keluarganya. Oleh karena
itu, fungsionalisasi lingkungan keluarga pada fase ini penting sekali untuk
mempersiapkan anak terjun ke dalam lingkungan yang lebih luas terutama
lingkungan sekolah”.
Dikatakan juga bahwa,
“Masa ini disebut juga Masa Raja Kecil atau Masa Trotz Alter dengan sikap
egosentris karena merasa dirinya berada di pusat lingkungan, yang ditampilkan
anak dengan sikap senang menentang atau menolak sesuatu yang datang dari orang
di sekitarnya. Perkembangan seperti itu antara lain disebabkan oleh kesadaran
anak, bahwa dirinya mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, yang dapat berbeda
dengan orang lain. Kesadaran itu merupakan awal dari usaha untuk mewujudkan
diri (self realization) sebagai satu diri (individu), dengan menunjukkan bahwa
dirinya tidak sama dengan orang lain”. Dikatakan juga bahwa, “Masa kanak-kanak
sering disebut masa estetika, masa indera, dan masa menentang orang tua”.
Dalam perkembangannnya muncul
berbagai bentuk karakteristik serta kepribadian anak, terdapat anak yang rajin
dan patuh terhadap orang tuanya dan ada pula yang sebaliknya. Di dalam makalah
ini terdapat pembahasan mengenai berbagai aspek perkembangan yang terjadi dalam
masa anak-anak yang dimana aspek-aspek tersebut mempengaruhi terhadadap sikap
dan karakteristik seorang anak.
RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat kami
ambil rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana
perkembangan anak berdasarkan aspek fisik, psikomotor, moral, sosial, dan
kepribadian ?
2. Bagaimana
karakteristik anak jika ditinjau dari aspek perkembangannnya ?
TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Mengetahui
tugas perkembangan dari masa anak
2. Mengetahui
ciri-ciri perkembangan masa anak
3. Menghubungkan
perkembangan anak dengan aspek belajar
BAB 2
ISI DAN PEMBAHASAN
A. Konsep
Dasar
Dengan perkembangan
disini dimaksudkan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaannya (maturity)
yang berlangsung secara sistematik (Lefrancois, 1975:197) progresif
(Witherington, 1952:57) dan berkesinambungan (Hurlock, 1956:7), baik mengenai
fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) nya.
Terdapat beberapa
istilah yang bertalian dan sering diasosiasikan dengan konsep perkembangan (development) tersebut, antara lain
pertumbuhan (growth), kematangan atau
masa peka (maturation) dan belajar (learning) atau pendidikan (education) serta
latihan (training).
Dengan istilah
pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada
segi jasmaniah atau fisik (Lefrancois, 1975:180) dan atau menunjukkan kepada
suatu fungsi tertentu yang baru (yang tadinya belum tampak) dari organisme atau
individu, baik fisik maupun psikis (termasuk pola-pola perlaku dan sifat-sifat
kepribadian), dalam arti yang luas (Witherington 1952:87-88, & Hurlock,
1956).
Kematangan atau masa
peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi dari
suatu fase pertumbuhan (Witherington, 1952:88) sebagai titik tolak kesiapan
(readiness) dari suatu fungsi (psikofisis) untuk menjalakan fungsinya
(Hurlock,1956)
Belajar atau pendidikan
dan latihan, menunjukkan kepada perubahan dalam pola-pola sambutan atau
perilaku dan aspek-aspek kepribadian tertentu sebagai hasil usaha individu atau
organisme yang bersangkutan dalam batas-batas waktu setelah tiba masa pekanya.
Dengan demikian, dapat dibedakan bahwa perubahan-perubahan perilaku dan pribadi
sebagai hasil belajar itu berlangsung secara intensional atau dengan sengaja
diusahakan oleh individu yang bersangkutan, sedangkan perubahan dalam arti
pertumbuhan dan kematangan berlangsung secara alamiah menurut jalannya
pertambahan waktu atau usia yang ditempuh oleh yang bersangkutan.
Lefrancois (1975:180)
berpendapat bahwa konsep perkembangan mempunyai makna yang luas, mencakup
segi-segi kuantitatif serta aspek-aspek fisik-psikis seperti yang terkandung
dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar atau pendidikan dan
latihan.
B. Manifestasi
Perkembangan
Uraian dalam paragraf
diatas mengimplikasikan bahwa menifestasi perkembangan individu dapat
ditunjukkan dengan munculnya atau hilangnya, bertambah atau berkurangnya
bagian-bagian, fungsi-fungsi, atau sifat-sifat psikofisis, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif, yang sampai batas tertentu dapat diamati dan
diukur dengan mempergunakan teknik dan instrumen yang sesuai (appropriate).
Perubahan-perubahan
aspek fisik dapat diidentifikasi relatif lebih mudah manifestasinya, karena
dapat dilakukan pengamatan dan pengukuran secara langsung, seperti perkembangan
tinggi dan berat badan, tanggal dan tumbuhnya gigi, dan sebagainya.
Lain halnya dengan
segi-segi psikis yang relatif sulit untuk identifikasinya, karena kita hanya
dapat mengamati dan sampai batas tertentu mengukur manifestasi perkembangan
tersebut secara tidak langsung dalam bentuk atau wujud perilaku, yang
sebenarnya pula bergantung dan dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan
aspek fisiknya. Beberapa diantara bentuk atau wujud perkembangan perilaku
tersebut, antara lain :
1.
Perkembangan perseptual
(pengamatan ruang, pengamatan wujud dan situasi);
2.
Perkembangan dan penguasaan
dan kontrol motorik (koordinasi penginderaan dan gerak);
3.
Perkembangan penguasaan
pola-pola keterampilan mental-fisik (cerdas tangkas dan cermat);
4.
Perkembangan
pengetahuan bahasan dan berpikir.
C. Perkembangan
Fisik
Awal perkembangan
pribadi seseorang pada asasnya bersifat biologis (Allport, 1957). Dalam
taraf-taraf perkembangan selanjutnya, normalitas dari konstitusi, struktur, dan
kondisi jasmaniah seseorang akan mempengaruhi normalitas kepribadiannya,
khususnya yang bertalian dengan masalah body-image, self-concept, self-esteem,
dan rasa harga dirinya. Perkembangan fisik ini mencakup aspek-aspek anatomis
dan fisiologis.
1.
Perkembangan Anatomis
Perkembangan anatomis
ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang.
Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis
keajegan badan secara keseluruhan:
a.
Tulang belulang pada
masa bayi berjumlah 27 yang masih lentur, berpori dan persambungannya longgar;
pada awal masa remaja menjadi 350 (proses diferensiasi fungsi) dan pada usia
menjelang dewasa menjadi 200 integrasi, persenyawaan dan pergeseran (Crow &
Crow 1956:36);
b.
Berat badan tinggi
badan pada waktu lahir umunya sekitar 3-4 Kg dan 60 Cm, masa kanak-kanak
sekitar 12 Kg dan 90-120 Cm;pada awal masa remaja sekitar 30-40 Kgcdan 140-160
Cm, selanjutnya kepesatan perubahan berkurang, bahkan menjadi mapan;
c.
Proporsi tinggi kepala
dan badan pada masa bayi dan kanak-kanak sekitar 1: 4; menjelang dewasa menjadi
1: 8 atau 10.
Adanya abnormalitas
dalam perkembangan fisik secara anatomis ini (misalnya cretinisme, giantisme)
akan berpengaruh atas segi-segi kepribadiannya seperti tersebut di atas
(body-image-self-concept-self-esteem, rasa harga diri).
2.
Perkembangan Fisiologi
Perkembangan fisiologis
ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif, dan
fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran
darah dan pernapasan, persyarafan, sekresi kelenjar dan pencernaan:
a.
Otot sebagai pengontrol
motorik, proporsi bobotnya 1:5 pada masa bayi dan kanak-kanak, menjadi 1:3 pada
masa remaja kemudian 2:5 pada usia menjelang dewasa;
b.
Frekuensi denyut
jantung pada masa bayi sekitar 140 per menit dengan meningkatkan usia dapat
berkurang sampai 62-63 meskipun normalnya pada orang dewasa sekitar 72;
c.
Persentase tingkat
kesempurnaan perkembangan secara fungsional, dari cortex (bagian otak) sebagai
pusat susunan saraf yang mempunyai fungsi pengontrol kegiatan oganisme:
infraganular (pengontrol reflex) mencapai 80% ; granular (pengontrol penginderaan)
mencapai 75%; supraganular (erat hubungannya dengan intelegensi) baru 50%;
d.
Keaktifan dan tingkat
kematangan sekresi tubuh yang berupa: lymphatic (pembasmi bakteria, dll) aktif
dan berkembang pesat sampai usia 12 tahun, kemudian berkurang (bahkan tidak
aktif) dengan menigkatnya usia; kelenjar-kelenjar thiroid (berpengaruh atas
metabolisme), pittutary (berpengaruh atas tulang belulang, otot, dan
pencernaan) dan adrenal tau suprarenal (berpengaruh atas emosionalitas) telah
berkembang sempurna dan berfungsi sejak masa bayi dan kanak-kanak; sedang
gonads (kelenjar jenis) baru aktif dan siap berfungsi pada awal masa remaja.
Seandainya terjadi
kelainan pada segi-segi fisiologis ini pun, akan berpengaruh atas karakteristik
perilaku individu yang bersangkutan.
3.
Proses dan jalannya
perkembangan fisik
Perkembangan fisik
berlangsung mengikuti prinsip-prinsip cepalocaudal (mulai dari bagian kepala
menuju ekor atau kaki) dan proximodistal (mulai dari bagian tengah ke tepi atau
tangan). Laju perkembangan berjalan secara berirama; pada masa bayi dan
kanak-kanak perubahan fisik sangat pesat, pada usia sekolah menjadi lambat,
mulai masa remaja terjadi amat mencolok. Kemudian (pada permulaan masa remaja
akhir bagi wanita dan penghujung masa remaja akhir bagi pria) laju perkembangan
menrun sangat lambat.
D. Perkembangan
Psikomotorik
Loree (1970 : 75)
menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat
universal harus di kuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa
kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua
jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan
keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain
(playing) dan bekerja (working).
Dua prinsip
perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku psikomotorik ialah
(1) bahwa perkembangan itu berlangsung dan yang sederhana kepada yang kompleks,
dan (2) dan yang kasar dan global (gross bodily movements) kepada yang halus
dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely coordinated movements).
a.
Berikut karakteristik
perkembangan psikomotorik pada masa kanak – kanak :
Usia 3 tahun:Tidak dapat berhenti dan
berputar secara tiba – tiba atau secara cepat,Dapat melompat 15-24 inchi,Dapat
menaiki tangga tanpa bantuan, dengan berganti kaki,Dapat berjingkat
usia 4 tahun:Lebih efektif mengontrol
gerakan berhenti, memulai, dan berputar,Dapat melompat 24- 33 inchi,Dapat
menuruni tangga, dengan berganti kaki, dengan bantuan,Dapat melakukan jingkat 4
sampai 6 langkah dengan satu kaki
Usia 5 tahun: Dapat melakukan
gerakan start, berputar, atau berhenti secara efektif,Dapat melompat 28-36
inchi,Dapat menuruni tangga tanpa bantuan, berganti kaki,Dapat melakukan
jingkat dengan sangat mudah
b.
Karakteristik
perkembangan psikomotorik pada masa anak besar
Pada
masa anak perkembangan keterampilan dapat diklasifikasikan menjadi empat
kategori:
·
Keterampilan menolong
diri sendiri; Anak dapat makan, mandi, berpakaian sendiri dan lebih lebih
mandiri.
·
Keterampilan menolong
orang lain; Keterampilan berkaitan dengan orang lain, seperti membersihkan
tempat tidur, membersihkan debu dan menyapu.
·
Keterampilan sekolah;
mengembangkan berbagai keterampilan yang diperlukan untuk menulis, menggambar,
melukis, menari, bernyanyi, dll.
·
Keterampilan bermain; anak
belajar keterampilan seperti melempar dan menangkap bola, naik sepeda, dan
berenang.
E. Perkembangan
Moral
Secara
umum, perkembangan moral yang terjadi pada masa anak-anak akhir ditandai dengan
beberapa hal, seperti;
·
Kemampuan anak untuk memahami anturan, etika, dan norma yang
ada di masyarakat,
·
Prilaku moral banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar,
terlebih oleh orang tua dan keluarga,
·
Sosialisasi dengan teman sebaya merupakan salah satu sarana
untuk mengembangkan moralitas anak.
Namun,
berbicara tentang perkembangan moral pada anak, tidak ada salahnya jika membuka
kembali sebuah teori yang dipopulerkan oleh Kohlberg tentang perkembangan moral
pada anak. Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi 3 bagian;
prakonvensional, konvensional, dan poskonvensional. Meski tidak ada patokan
umur yang secara pasti dalam pengelompokan ini, namun perkembangan moral pada
masa anak-anak akhir bisa digolongkan ke dalam masa pra-konvensional sekaligus
konvensional.
Pre
Konvensional; Orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman. Dengan artian, anak
hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang
tidak bisa diganggu gugat. Ia harus menurut atau, kalau tidak, akan memperoleh
hukuman. Sementara pada tahap relativistik Hedonism, anak tidak lagi secara
mutlak tergantung dari aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh
orang lain. Relativisme ini bergantung pada kebutuhan dan kesenangan seseorang.
Konvensional;
Yang “benar” adalah yang sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok
tertentu mengenai perilaku yang “baik”. Pada tahap anak akan mengalami
orientasi mengenai anak yang baik. Anak memperlihatkan orientasi
perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.
Masyarakat adalah sumber yang
menentukan, apakah perbuatan seseorang baik atau tidak. Selain itu, anak juga
akan mempertahankan norma-norma social. Pada tahap ini perbuatan baik yang
diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan
masyarakatnya, melainkan bertujuan agar ikut mempertahankan aturan-aturan atau
norma-norma social.
Penjelasan
ini mungkin akan membingungkan. Hal ini disebabkan karena di satu sisi memang
tidak ada batasan atau ukuran umur yang pasti mengenai tahap yang dikembangkan
oleh Kohlberg, dan di sisi lain ukuran mengenai batasan umur dari anak-anak
masa akhir pun belum menjadi sesuatu yang pasti.
Namun,
kalau boleh kami menyimpulkan, ketika perkembangan moral masa kanak-kanak akhir
dikaitkan dengan teori perkembangan moralnya Kohlberg, maka tahap kedua dan
ketiga dari enam tahap yang dijelaskannya lebih mendekati.
-Perkembangan Moral
Seorang anak yang dilahirkan belum
memiliki tentang apa yang baik atau tidak baik. Pada masa ini tingkah laku anak
(bayi) hampir semuanya didominasi oleh dorongan naluriah belaka (impulsive).
Oleh karena itu, tingkah laku anak belum bisa dinilai sebagai tingkah laku
bermoral atau tidak bermoral. Pada masa ini anak cenderung mengulangi perbuatan
yang menyenangkan, dan tidak mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan.
Dengan melihat kecenderungan prilaku
anak tersebut maka untuk menanamkan konsep-konsep moral pada anak, ada baiknya
dilakukan beberapa hal seperti memberi pujian, ganjaran, atau dicim, dipeluk,
dan diberi kata-kata pujian apabila ia melakukan sesuatu yang baik. Sehingga menjadi
faktor penguat agar tindakan baiknya dapat dilakukan kembali. Dan sebaliknya,
memberi ia hukuman atau memberikan sesuatu yang mendatangkan perasaan yang
tidak senang agar ia tidak mengulangi perbuatan itu lagi.
Jika perlakuan pada anak dilakukan
secara teratur maka akan tertanam pada diri anak tentang pengertian atau konsep
moral. Anak akan mengerti bahwa suatu perbuatan yang mendapat pujian adalah
baik dan perbuatan yang mendapat hukuman adalah dilarang.
F. Perkembangan
Sosial
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan
diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat
sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang
lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman
bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah
dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia
lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti
senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara
keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa :
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan
antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana
dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan
bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat
hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semamin
bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti
mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia
adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh
interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati
yang dimiliki oleh manusia.
Bentuk – Bentuk Tingkah
laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam
bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1. Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku
melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin
atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.
Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada
usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun. Sikap
orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang
nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua
mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju
kearah independent.
2.
Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang
balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan
salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi
kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang
seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya. Sebaiknya orang
tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan
perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka
egretifitas anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika
anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4. Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan
bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap
orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang
menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk
melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai
terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam
tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6. Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja
sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal
empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang
dengan baik.
7. Tingkah laku berkuasa
(Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk
menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap
ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8. Mementingkan diri
sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris
dalam memenuhi interest atau keinginannya
9. Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional
yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau
mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
Faktor – faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial anak
dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1.
Keluarga
Keluarga merupakan
lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain
banyak ditentukan oleh keluarga.
2.
Kematangan
Untuk dapat
bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu
mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam
berbahasa juga sangat menentukan.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak
dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku
anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan
proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian
ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam
masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5. Kapasitas Mental : Emosi
dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat
banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah,
dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan
sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa
dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan
sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.
Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya
dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah
kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil
pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering
dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis
terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan
abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh
egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1. Cita-cita dan
idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan
akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan
tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir
dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain daalm penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi
pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja
sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik
G. Perkembangan
Kepribadian
Meskipun
telah banyak kita singgung mengenai hal ini dalam kaitannya dengan perkembangan
kebutuhan (maslow) dan sikap nilai ( spranger ), penjelasan khusus dari segi
pendekatan psychological perlu juga diketahui para pendidik. Salah satu seorang
tokohnya ialah Erikson (gage dan berliner, 1975: 382 -388).
Menurut
erikson, identitas pribadi seorang itu tumbuh dan terbentuk melalui
perkembangan proses krisis psikososial yang berlangsung dari fase ke fase. Ia
berasumsi bahwa setiap individu yang sedang tumbuh itu dipaksa harus menyadari
dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya yang berkembang semakin luas.
Kalau
individu yang bersangkutan mampu mengatasi krisis demi krisis ia akan muncul
dengan satau kepribadian yang sehat dan ditandai oleh kemampuan menguasai
lingkungannya, fungsi-fungsi psiko fisiknya terintegrasi , dan memahami dirinya
secara optimal . sebaliknya kalau ia tidak mampu mengatasi krisis psiko sosial
tersebut, maka ia larut ( deffuse ) ditelan arus kehidupan masyarakatnya yang
terus berkembang ( ever changing society ) .
Masa kanak-kanak awal (early childhood ditandai adanya kecenderungan autonomy –shame, doubt. Pada masa ini sampai-batas-batas
tertentu anak sudahbisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan,
bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di
pihak laindia ga telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat,
sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orangtuanya. Terjaminnya tidaknya kesempatan
untuk mengembangkan self control ( apa yang dapat ia kuasai dan lakukan )tanpa
mengurangi self esteem ( harga dirinya )
Masa pra sekolah(Preschool Age)
ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini
anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia
terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut
masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut
menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak
mau berinisatif atau berbuat.
Masa Sekolah (School Age) ditandai
adanya kecenderungan industry–inferiority.Sebagai kelanjutan dari
perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa
saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap
lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena
keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia
menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini
dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam
perkembangan anak – anak muncul berbagai bentuk karakteristik serta
kepribadian anak, terdapat anak yang rajin dan patuh terhadap orang tuanya dan
ada pula yang sebaliknya. Aspek
perkembangan tersebut dapat dilihat dari perkembangan fisik meliputi
perkembangan anatomis dan perkembangan fisiologis. Perkembangan psikomotorik meliputi basis ketrampilan pada
anak seperti memegang dan berjalan. perkembangan kognitif meliputi intelegensi, perkembangan perilaku
sosial yakni proses belajar untyk menjadi makhluk sosial, moralitas, dan
keagamaan, serta perkembangan perilaku afektif, konatif, dan kepribadian.
SARAN
Saran
yang dapat kami berikan dalam makalah ini adalah
1. Untuk
dapat menerapkan aspek-aspek perkembangan asa anak ke dalam bimbingan konseling
belajar.
2. Memperlakukan
anak anak sesuai tugas perkembangan mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
Syamsudin
makmun Abin.2001.Psikologi kependidikan.Bandung:
Rosda Karya
Muhibin Syah.1995. Psikologi pendidikan. Bandung: Rosda Karya
Rifa’I
Rc,ahmad Catharina Tri Anni.2012 . Psikologi
pendidikan.Semarang.UNNES PRESS
0 komentar